Absolution adalah titel album ketiga dari band rock alternatif asal Inggris, Muse. Album ini menjadi salah satu album berpengaruh dalam karier band yang lahir di kota tepi pelabuhan Teignmouth, Devon, Inggris, pada tahun 1994.
Album yang pertama kali rilis pada tahun 2003 ini menandai titik balik perjalanan bermusik Muse yang beranggotakan Matthew Bellamy (vokal), Christopher Wolstenholme (bass), dan Dominic Howard (drum). Dari album inilah karya-karya mereka mulai dikenal di seluruh dunia.
Untuk menandai ulang tahun kedua puluh tahun album ini, Muse merilis kembali album ini dalam bentuk remastered yang diberi judul Absolution XX Anniversary. Kualitas audio yang dihasilkan sudah pasti lebih baik dan meningkat dibandingkan dengan versi awal. Sebelumnya, pada tahun 2021 lalu saat masa pandemi, Muse juga sempat merilis ulang album kedua mereka Origin Of Symmetry: XX Anniversary RemiXX dalam versi remastered.
Sebagai catatan, album Absolution ini adalah album terlaris kedua sepanjang sejarah Muse dengan penjualan mencapai 9 juta kopi di seluruh dunia. Di atasnya masih ada album Black Holes and Revelations yang rilis tahun 2006 yang terjual hingga 10 juta kopi.
Kabar rilis ulangnya album ini menjadi nostalgia era musik di awal tahun 2000-an. Masa-masa ketika masih ada siaran radio, album fisik berupa kaset dan CD masih merebak, televisi masih ada siaran MTV, sekaligus era awal warnet yang identik dengan format musik MP3. Di Indonesia sendiri saat itu sedang demam ‘anak band’ yang tersalurkan lewat berbagai kompetisi festival anak band.
Muse yang saya kenal dulu adalah sebuah band yang terdiri dari tiga personel saja. Namun, musik yang mereka buat terdengar begitu kaya dan megah. Seolah-olah lagu-lagu Muse dikerjakan oleh lebih dari tiga personel. Tidak seperti musik punk yang meskipun tiga personel notasi-notasi lagunya lebih simpel. Muse punya pemain drum kidal, vokalis yang merangkap sebagai gitaris, serta bassisnya bermain dengan melodi penuh.
Saya masih ingat bagaimana single “Hysteria” menjadi lagu wajib pemain bass saat ada kompetisi atau festival musik kala itu. Lagu yang intronya berupa solo bass berefek perlahan diikuti dengan dentuman drum, seketika bersahut-sahutan raungan melodi yang ikonik. Di zaman itu, ini adalah single yang bisa berulang-ulang kali diputar lewat saluran radio dan sesekali muncul video klipnya dalam siaran musik top 40 televisi.
Sebelum “Hysteria” muncul, orang mungkin baru mengenal musik Muse lewat lagu balada “Unintended” yang sarat dengan petikan gitar. Setelah “Hysteria” muncul, baru kemudian pendengar musik Muse mulai melirik single-single lain di album ini termasuk “Time is Running Out” dan “Sing for Absolution”.
Saking penasarannya, saya ikut membeli album ini dalam bentuk kaset. Saya melihat beberapa teman sekolah membincangkan sekaligus mengulik lagu-lagu yang ada di album itu. Beberapa majalah musik tak jarang membahas band itu, dari proses kreatif sampai memajang chord gitar lagu-lagu Muse yang sedang hits.
Proses pengerjaan album Absolution melibatkan eksplorasi dan eksperimen yang intens dari band ini. Muse bekerja sama dengan produser Rich Costey untuk menciptakan suara yang lebih berat, gelap, dan apokaliptik dibandingkan dengan album sebelumnya. Rich Costey adalah produser yang pernah menggarap album dari band Rage Against The Machine dan Audioslave.
Pada album ini, Muse mencoba berbagai teknik rekaman dan instrumentasi, termasuk penggunaan orkestra dan paduan suara, sehingga menambah kedalaman dan kompleksitas suara mereka.
Absolution menawarkan campuran unik musik rock alternatif, rock progresif, dan elemen-elemen elektronik. Album ini mencakup berbagai tema, mulai dari cinta, keraguan, hingga kiamat, yang disampaikan melalui lirik yang kuat dan penuh emosi.
Proses pembuatan album ini bisa ditonton lewat dokumenter Muse berikut.
Penerimaan album ini sangat positif, baik dari kritikus maupun penggemar. Absolution meraih sukses komersial yang besar, mencapai puncak tangga lagu di Inggris dan albumnya meraih titel multi-platinum. Album ini juga meraih berbagai penghargaan, termasuk Best British Album di NME Awards 2004.
Dalam sebuah polling yang diadakan pada tahun 2013 lalu oleh Gigwise, Absolution ternyata ada pada peringkat teratas album yang paling disukai oleh penggemar Muse. Di bawahnya diikuti oleh album Origin Of Symmetry (2001), Black Holes and Revelations (2006), HAARP (2008), dan Live At Rome Olympic Stadium (2013).
Popularitas Absolution bukan tanpa cela. Beberapa kritikus musik merasa bahwa Muse terlalu ambisius dalam album ini, dengan menghadirkan suara-suara unik yang terlalu dramatis dan berlebihan. Namun, banyak yang berpendapat bahwa justru hal itulah yang membuat Absolution begitu istimewa dan berbeda dari album-album rock lainnya.
Salah satu faktor penting dalam popularitas Absolution adalah penampilan live Muse. Band ini dikenal dengan pertunjukan live mereka yang energik dan teatrikal, dan lagu-lagu dari Absolution sering menjadi highlight dalam konser mereka. Buat saya, Muse era album Absolution adalah paket lengkap band yang punya musikalitas tinggi, penampilan yang atraktif, sekaligus punya nilai lebih ketimbang band rock lain.
Album Absolution XX Anniversary (2023)
Absolution XX Anniversary (2023) berisi 26 tracks yang terdiri dari 15 lagu yang diambil dari Absolution (2003) dan sisanya adalah bonus kompilasi rekaman lagu dalam versi demo dan live.