Beberapa minggu lalu saya sempat membaca obrolan di Twitter salah seorang personel SID, JRX, yang kabarnya mereka akan berkunjung ke Jogja untuk konser. Setelah ditelusuri, informasi tersebut benar adanya. Kalender di web SID Official telah terpampang jadwal manggung di Jogja tanggal 13 November dalam rangka acara Jogja Youth Fest 2011 yang diselenggarakan di JEC. Tanpa pikir panjang saya pun berniat menghadiri pertunjukan tersebut. Hingga pada akhirnya saya berangkat bersama seorang teman. Haha!
Sehari sebelum mereka manggung, kami menyempatkan ke JEC untuk melihat keadaan sembari mencari informasi penjualan tiket konser tersebut. Ternyata konser tersebut merupakan serangkaian acara festival band yang mempertontonkan aksi band-band indie, seperti Captain Jack, Death Vomit, Dead Squad, Teenage Death Star, JHF, Something Wrong, serta SID sebagai bintang tamu. Untuk dapat menyaksikan konser tersebut, kami hanya dikenakan tiket masuk acara Jogja Youth Fest sebesar sepuluh ribu rupiah. Rasanya bukan harga yang mahal untuk sebuah konser yang menampilkan band-band non mainstream penuh energi tersebut.
Acara Jogja Youth Fest sendiri merupakan acara edukatif untuk para pemuda pemudi di Jogja yang dikenal sebagai kota pelajar dan seni budaya. Banyak sekali komunitas-komunitas anak muda kreatif yang dimiliki oleh Jogja. Pameran distro dan karya-karya dari siswa SMA, mahasiswa, hingga berbagai komunitas menghiasi penyelenggaraan acara ini. Semangat juang dan prestasi generasi muda diuji dengan berbagai macam kompetisi yang digelar, seperti lomba skateboard, dance, sepeda, cosplay, dan sebagainya. Semuanya ajang mengangkat berbagai macam hobi dan ikon anak muda Jogja yang sedang populer.
Seakan tak sabar lagi menunggu SID tampil, kami pun bergegas melaju ke venue tersebut di hari berikutnya. Pikiran kami agak ricuh, karena jam 19.00 pada malam yang sama, tim bola kebanggaan kita semua, Indonesia, akan bertanding lawan Thailand di ajang Sea Games. Melihat panggung konser yang agaknya belum dimulai, maka kami memlih untuk tidak langsung menuju ke area konser. Kami mencari spot yang dipasangi televisi untuk ikut bersama menyaksikan pertandingan tersebut.
Jika diperhatikan, antrian tiket rupanya tidak sepanjang malam sebelumnya. Tapi, banyak massa berdatangan dari berbagai daerah yang sudah pasti akan menyaksikan penampilan bintang tamu yang paling ditunggu, yaitu SID. Outsider, begitu mereka menyebutnya, dengan atribut kaos hitam-hitam bertuliskan logo daerah masing-masing. Sebagian dari mereka adalah muda mudi cowok cewek yang kebanyakan masih berusia belia. Dari dandanan yang terlalu berlebihan, kadang lucu, bahkan aneh sudah dapat ditebak bahwa mereka adalah generasi muda yang sedang mencari jati diri. But, it’s okay…
Jam sudah mengarah ke pukul 21.00. Saat itu pertandingan bola telah usai dan kami segera masuk ke area konser. Terdengar dari kejauhan tampak Something Wrong, band sebelum SID, sedang tampil malam itu. Sebelumnya Jogja Hip Hop Foundation telah sukses menggoyang massa. Cuaca di luar gerimis, tetapi para penonton riuh menari-nari di depan panggung. Ada yang unik dari Something Wrong, ialah band beraliran hardcore dimana lirik-lirik yang dinyanyikan dalam lagu-lagunya menggunakan Bahasa Jawa kasar. Lawakan-lawakan cerdas nan kasar dalam lirik dan cara menyapa mereka ke penonton mempunyai karakteristik sendiri. Coba simak beberapa tracknya seperti “Pancen Asu”, “Wong Jowo”, “Matamu Sempal”, “Pecah Ndase”, dan lain-lain.
Teriakan-teriakan penonton yang menyerukan SID segera tampil merupakan ekspresi bagaimana band tersebut layak menggempur pesta malam itu. Band terakhir sekaligus menutup festival di hari ketiga Jogja Youth Fest. Energi kami seakan mengucur deras ditemani guyuran hujan dari langit malam itu. Massa mulai menyemut ketika penampilan SID dibuka dengan ritual atraksi lowrider di atas panggung. Yak, malam itu SID membuka pesta dengan lagu “Hanya Hari Ini”. Kemudian disusul dengan track-track populer seperti “Bad, Bad, Bad”, “Luka Indonesia”, “We Are The Outsider”, “Menginjak Neraka”, “Saint of My Life”, “Menuju Temaram”, “Jadilah Legenda”, “Lady Rose”, “Kuta Rock City”, “Citra O.D.”, “Kuat Kita Bersinar” dan “Kemesraan & Jika Kami Bersama”.
Lagu “Menginjak Neraka” termasuk lagu yang jarang mereka nyanyikan secara live. Lagu bernuansa salsa ala Amerika Latin yang pada versi rekaman terdengar alunan terompet. Lagu “Jadilah Legenda” merupakan lagu yang menurut saya cukup membuat hati bergetar ketika dinyanyikan akustik oleh Bobby. Sebuah lagu bernuansa nasionalisme selain “Luka Indonesia”, yang kabarnya akan dimasukkan di album mereka selanjutnya. Lagu “Lady Rose” seperti biasa dibawakan akustik oleh JRX, “lagu cinta untuk orang-orang seperti kalian, para lesbian, gay, trannseksual, dsb.” begitu lah JRX memberi intro atas lagu ini. Sebuah kalimat yang mengajak kita semua untuk menghormati kodrat setiap manusia.
Lagu “Citra O.D.” dinyanyikan oleh SID dan seorang outsider yang ditunjuk untuk menyanyikan lagu tersebut. Malam itu juga saya baru tahu kalau kepanjangan dari O.D. adalah ‘overdosis’. Lagu bertempo cepat layaknya musik hardcore yang bercerita tentang sifat konsumtif manusia yang makin menjadi-jadi atas nama modernisasi dan popularitas. Begitulah kata mereka di lembar lirik album Black Market Love tentang lagu Citra O.D. Hingga pada akhirnya, tracklist malam itu ditutup dengan medley Kemesraan & Jika Kami Bersama. Medley yang selalu digunakan untuk menutup penampilan dengan Eka, sang bassis, menyanyikan Kemesraan, dan Bobby bergantian menyanyikan Jika Kami Bersama. Meskipun Shaggy Dog tak tampil malam itu, ternyata Heru Shaggy Dog hadir malam itu untuk menyanyikan bagian rap Jika Kami Bersama. Tampaknya SID dan Shaggy Dog sudah menjadi ikon di tempat masing-masing, mereka sering tampil bersama, dan saling menyambut ketika berkunjung ke Jogja maupun Bali. 🙂
Ini adalah konser SID kedua yang saya saksikan. Bukan karena mereka adalah punk yang ugal-ugalan, banyak tattoo, kasar, sok jago atau yang lain. Penghormatan saya atas band ini adalah cara mereka menyampaikan segala sesuatu yang bisa membangun bangsa ini setidaknya lebih melek, tidak kabur lagi. Mereka menyampaikan musik dengan orasi, bahwa bangsa ini bukan bangsa sampah jika anak mudanya bisa menjadi diri mereka sendiri. Berbagai macam isu sosial selalu mereka galakkan, meskipun mereka adalah anak punk. Punk tidak harus berambut spike, bertatoo sekujur tubuh, minum miras, merokok, dandanan kumuh, mencela orang, atau tawuran. Punk bagi mereka adalah kebebasan, kebebasan membenarkan sesuatu yang baik secara relatif bagi setiap individu.
Tulisan ini saya buat selama tiga hari berturut-turut ketika saya tidak sedang malas untuk menulis ini semua. Yang jelas, semangat kembali berkobar setelah tuntas menyimak penampilan SID yang berjalan lancar. Pesan yang selalu akan saya ingat dari bapak-bapak punggawa SID adalah “jadilah legenda bagi diri kalian sendiri dan bangsa kalian”.
Cheers… \m/