Pada postingan sebelumnya, saya sudah menjelaskan sedikit apa itu bounce rate. Namun, harus diingat bahwa bounce rate bukan satu-satunya metrik pengukuran untuk menentukan baik buruknya kualitas sebuah situsweb. Masih ada metrik lain yang harus dilihat, entah itu dari sisi pageviews, user (new user & returning user), jumlah halaman per sesi, juga durasi per sesi.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah bounce rate yang rendah berarti kualitas sebuah web bisa dikatakan bagus? Belum tentu.
Memang, secara konsep, bounce rate digunakan untuk mengetahui apakah halaman-halaman pada situsweb tersebut banyak diakses oleh user atau tidak dalam sekali sesi. Istilah ‘sesi’ merujuk pada kunjungan.
Sebagai ilustrasi, dalam situasi yang sama, user X dan Y mengakses sebuah halaman pada web berita apasajalah.com. User X hanya tertarik membaca halaman A, sehingga ia langsung meninggalkan web tersebut. Sedangkan user Y membaca halaman A terlebih dahulu, kemudian ia beralih ke halaman B pada situsweb yang sama sebelum ia meninggalkan satu sesi kunjungan tersebut. Meski keduanya sama-sama melakukan sekali sesi, tetapi aktivitas kedua user tersebut berbeda. User X mendapatkan sekali kunjungan, sedangkan user X mendapatkan dua kali kunjungan.
Nilai persentase bounce rate menunjukkan persentase jumlah user yang mengakses satu halaman/sesi dibandingkan jumlah seluruh user. Masalahnya seberapa lama user tersebut mengakses halaman-halaman web tersebut. Apakah user tersebut benar-benar memperhatikan isi dan penasaran dengan isi halaman tersebut atau justru sedang kebingungan saat mengakses halaman yang pertama kali dibuka?
Jika user benar-benar memperhatikan isi halaman web, seharusnya rata-rata durasinya lebih lama dibandingkan dengan user yang sedang kebingungan untuk mencari halaman web yang ingin dituju. Pada kasus yang pertama, jumlah halaman per sesi lebih sedikit dibandingkan jumlah halaman per sesi pada kasus yang kedua.
Besar kecilnya bounce rate terhadap kualitas sebuah web disesuaikan dengan tujuan (goal) dari web tersebut. Ketika mengamati bounce rate sebuah halaman web, perlu ditambahkan konteks yang lain agar nilai bounce rate mempunyai makna. Penambahan konteks ini bisa dilakukan dengan menambahkan metrik pengukuran yang lain.
Sebagai contoh, dalam ilustrasi si X dan Y di atas, coba untuk membandingkan nilai bounce rate dan durasi per halaman untuk kedua user. Misal diketahui user X membaca halaman A dalam waktu 3 menit, sedangkan user Y membaca halaman A dalam waktu 1 menit dan halaman B dalam waktu 2 menit. Dari ilustrasi tersebut bisa dibilang kunjungan si X lebih ‘engage’ dibanding si Y. Karena halaman A yang waktu normal bacanya 3 menit, si Y justru lebih tertarik membaca halaman B dalam waktu yang lebih lama.
Memang perlu diteliti lebih jeli untuk memonitor pergerakan bounce rate dari waktu ke waktu. Termasuk mengamati perubahan-perubahan apa yang terjadi dalam situsweb. Bisa jadi, ada faktor yang menyebabkan nilai bounce rate memiliki perbedaan yang drastis pada waktu tertentu. Selain soal konten web, juga berhubungan dengan hal teknis lain semisal kecepatan loading halaman web atau pergantian desain web.
Saya lebih menyukai jika bounce rate digunakan untuk mengukur engagement user terhadap sebuah situsweb. Situsweb K yang mempunyai bounce rate 23% dan pageviews 10.000 per hari jika dibandingkan dengan situsweb L yang mempunyai 80% dan pageviews 20.000 per hari mempunyai makna yang berbeda.
Situsweb K secara engagement bisa jadi lebih kuat dibandingkan dengan situsweb L, karena user pada situsweb K lebih banyak berinteraksi dengan halaman-halaman pada situsweb K dalam sekali kunjungan. Namun, dalam hal jumlah pageviews, situsweb L lebih baik jika dibandingkan dengan situsweb K. Jika keduanya diukur dengan situs pemeringkat, ranking situsweb L pasti lebih tinggi dibandingkan dengan situsweb K.
Artikel ini barangkali menjadi salah satu referensi yang gamblang untuk memahami mitos-mitos seputar tinggi rendahnya bounce rate.