Bendera Sudah Dikerek

Bendera Sudah Dikerek
bendera
“Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.” (Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno)

Hari kemerdekaan selalu identik dengan tradisi sebuah bangsa untuk meninggikan segala hal yang menjadi jati dirinya. Kedaulatan bangsa, prestasi-prestasi, serta nilai-nilai perjuangan akan digemakan di segala penjuru. Di upacara-upacara sekolah, pidato kenegaraan, dan diskusi-diskusi di stasiun televisi.

Kita akan mengingat prajurit-prajurit heroik, bapak-bapak pendiri bangsa, dan segela macam rumusan-rumusannya. Kita tak pernah tahu persis bagaimana keadaan di zaman itu. Kita tak paham dimana Bung Karno dan Bung Hatta bertemu untuk pertama kalinya. Apa yang dilakukan Bung Karno dan Bung Hatta saat diculik ke Rengasdengklok? Apakah mereka minum kopi, teh, atau air putih? Apakah keadaannya memang semencekam seperti yang tertulis dalam buku-buku sejarah kita?

Sejarah adalah sebuah usaha untuk mengingat masa lalu. Padanya kita belajar mengais ceceran sejarah yang kadang disembunyikan. Sudah berapa banyak misalnya, generasi terpelajar bangsa ini membaca buku-buku karya Soekarno dan Hatta yang didalamnya tersurat ide-ide besar kedaulatan bangsa Indonesia. Mereka adalah dua masterplan yang sesungguhnya telah berhasil merumuskan kemerdekaan.

Kita selalu bangga mengingat pahlawan-pahlawan kemerdekaan kita dulu. Baik pahlawan-pahlawan yang besar karena namanya atau karena perjuangannya. Sudahkah kita menyapa para pahlawan yang tak kita kenal?. Pahlawan-pahlawan yang muncul dari gerakan rakyat sipil. Para veteran yang kini sedang menghabiskan masa-masa tuanya. Klaim bahwa kemerdekaan Indonesia direbut oleh pahlawan-pahlawan besar adalah pernyataan yang sangat melukai perjuangan gerakan rakyat. Perjuangan adalah milik segenap rakyat, termasuk mereka yang dipekerjakan secara paksa oleh para penjajah.

Kondisi dahulu dengan sekarang tentulah sangat berbeda. Mengutip pernyataan Soekarno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”. Sebuah pernyataan yang bukan main-main. Jika dahulu rakyat melawan dengan bambu runcing dan aneka senjata berbahan metal, maka sekarang bukan penjajahan fisik yang terjadi. Kita sekarang banyak terlena sehingga seolah-olah tidak sedang dijajah. Kita sedang dijajah secara moral dan pemikiran, mudah diperdaya dan diadu domba, bahkan oleh rekan-rekan sebangsa dan seumatnya sendiri.

Hari ini kita telah melupakan sejenak bendera-bendera yang tak bisa dikerek sampai ujung tiang. Simbol kemerdekaan yang masih setengah-setengah. Kemerdekaan yang dimiliki oleh orang-orang yang masih terhimpit dalam berbagai persoalan ketidakadilan. Sudahkah kita benar-benar terlepas dari penjajahan dalam hal birokrasi dan peraturan? Rasanya semua belum bisa dibayar tuntas oleh wakil-wakil rakyat di parlemen.

Sebagai rakyat sekaligus netizen, izinkan saya bercerita tentang sebuah hal kecil. Ini bukan tentang nasionalisme atau patriotisme. Siapa yang peduli dengan hasil pencarian kata ‘merdeka’ dalam situs pencarian Google yang justru diisi oleh bendera-bendera Malaysia? Dengan jumlah netizen di Indonesia yang lebih banya masak sih bangsa Indonesia ini tidak bisa mendominasi. Atau jangan-jangan kita terlalu sibuk dengan diri masing-masing.


Saya (atau mungkin juga Anda) selalu bergetar melihat pemuda pemudi paskibraka terpilih yang berbaris rapi di setiap upacara Kemerdekaan RI yang diselenggarakan di depan Istana Merdeka. Pemuda-pemudi yang berjalan tegak seperti prajurit, mencoba belajar menjadi barisan terdepan pengerek bendera. Ada rona indah yang tersemat diantara mata-mata mereka yang masih polos. Mata-mata di wajah pelajar terbaik bangsa harapan masa depan.

Bendera sudah dikerek, Indonesia tak lama lagi punya hajat untuk melantik presiden baru. Setahun lagi, kita akan melihat sosok presiden baru yang tahun ini kita pilih akan berdiri menjadi Inspektur Upacara di Istana Merdeka. Kita selalu berharap bahwa kedaulatan bangsa ini bisa terus dijaga. Segala kekayaan alam terbaik dapat dinikmati oleh rakyat tanpa kecuali. Tahun depan 70 tahun Indonesia, sudah dijabat oleh presiden RI yang ke-VII.

Semoga panji-panji kebangsaan tetap tegak. Tiang-tiang penyangga bendera semakin kuat. Bendera sedikit demi sedikit dapat menduduki puncaknya…

 

Komentar
You May Also Like