Apakah Sudah Saatnya Memecat Jürgen Klopp?

Kekalahan telak 7-2 dari Aston Villa, kandas di Carabao Cup dari Arsenal, pulang lebih awal di FA Cup sehabis kalah dari Manchester United, rekor tak pernah kalah di kandang akhirnya pecah telur, lalu mendera empat kekalahan berturut-turut di Premier League, sepertinya sudah cukup menjadi alasan mengapa posisi Klopp sebagai pelatih Liverpool musim ini goyah. Meskipun status Liverpool masih bertahan di babak knock out Liga Champions, fans The Reds bakal semakin senam jantung dengan kondisi ini.

Sebab, sebagai klub juara bertahan musim lalu dengan statistik di atas kertas yang menawan, penampilan Liverpool musim ini justru melempem, pun bisa dibilang jauh dari performa terbaiknya. Tak peduli siapa lawan Liverpool musim ini, mau tim-tim papan atas atau tim papan bawah, gol-gol menjadi sulit tercipta, kemenangan diraih begitu alotnya, bahkan acap kali berakhir dengan hasil imbang.

Empat kekalahan beruntun Liverpool di Premier League.
Empat kekalahan beruntun Liverpool di Premier League.

Memang badai cedera yang melanda lini belakang Liverpool menjadi salah satu biang masalah. Van Dijk, Gomez, dan Matip besar kemungkinan tak akan bisa bermain sebagai bek tengah sampai akhir musim. Sementara bek-bek lain yang tersisa memiliki gap pengalaman di bawah level senior.

Untungnya, Liverpool berhasil memboyong dua bek tengah pada transfer tengah musim Januari lalu. Mereka adalah Ben Davies dan Ozan Kabak. Dua nama tersebut belum bisa dinilai sebagai bek berkelas dunia, tetapi setidaknya bisa menjadi pemain pelapis yang statusnya benar-benar bek tengah murni, alih-alih memainkan gelandang seperti Henderson atau Fabinho.

Baik Davies maupun Kabak, masing-masing dibeli dan dipinjam dengan harga yang murah. Jika melihat gaya permainan keduanya secara umum, keduanya adalah tipikal bek tengah yang mempunyai atribut ball-playing defender (BPD). Atribut tersebut bisa dibilang menjadi salah satu atribut yang juga dimiliki oleh salah satu dari tiga bek senior Liverpool sekaligus cocok dengan taktik yang dibawa Klopp.

Davies adalah bek tengah berusia 25 tahun yang didatangkan dari klub Divisi Championship, Preston North End, dengan harga beli 2,25 juta euro. Sementara Kabak adalah bek tengah berusia 20 tahun, dengan status pinjaman dari klub asal Jerman, Schalke, yang dipinjamkan dengan harga 1,5 juta pound sterling. Khusus Kabak, ada klausul dibeli permanen dengan mahar 18 juta pound sterling pada akhir musim nanti.


Bila melihat kebiasaan Klopp saat mendatangkan pemain baru, mereka biasanya tak serta merta langsung dimainkan. Mereka harus patuh pada kondisi stamina yang sesuai standar, adaptasi permainan, serta kebiasaan pelatih. Apalagi cara bermain gegenpressing ala Klopp selama ini akan selalu menguras energi pemain. Menurut saya, tak perlu membuat ekspektasi berlebihan bahwa mereka akan menjadi penyelamat lini belakang Liverpool saat ini.

Di satu sisi, memaksa Fabinho dan Henderson bermain sebagai bek tengah bisa dimaklumi. Di antara semua gelandang, dua pemain itu memang yang paling bisa diandalkan menjadi bek tengah sementara. Sebagai pemain senior yang matang, mereka pun sudah terlampau fasih dengan visi yang dibawa Klopp. Kalaupun mereka tak bermain bagus, setidaknya secara mental pemain-pemain lain bisa percaya diri dan cukup tenang atas kehadiran mereka di lini pertahanan.

Mari lupakan sejenak persoalan bek-bek Liverpool yang cedera. Secara taktik, Klopp musim ini masih menggunakan pakem yang dipakai pada musim-musim sebelumnya, yaitu memasang formasi dasar 4-3-3. Lini serang masih bertumpu pada dua fullback kanan kiri, Trent-Alexander Arnold dan Robertson. Sementara lini depan masih bertumpu pada tiga penyerang andalan Liverpool: Mane, Firmino, Salah.

Sekarang mungkin kita akan merasa lega ketika menyaksikan Robertson, TAA, Van Dijk, Mane, dan Salah selalu diturunkan dalam setiap laga. Namun, bagaimana jika salah satu di antara mereka ada yang mengalami penurunan performa, cedera, atau bahkan hengkang? Hasilnya sudah kelihatan jelas pada musim ini.

Ketika Van Dijk cedera, tidak ada pemain yang cocok menggantikannya. Ketika TAA mengalami penurunan performa dibanding musim lalu, tidak ada pemain yang bisa menyuplai bola kreatif saat menyerang. Ketika Mane dan Salah butuh istirahat, performa pemain cadangan tidak bisa menjangkau level permainan keduanya.

Peran Thiago tampaknya juga masih belum bisa menghasilkan kreativitas di sisi tengah. Saya tidak tahu apakah Thiago masih meraba-raba gaya bermainnya bersama Liverpool atau perannya dalam formasi Liverpool yang kurang leluasa. Dalam sejumlah laga, ia belum cukup banyak memberi support berarti bagi pemain-pemain lain, baik dalam situasi menyerang maupun bertahan.


Angin segar justru datang dari pemain asal Portugal yang baru didatangkan pada awal musim, yaitu Diogo Jota. Jota meskipun secara usia masih cukup muda dibanding tiga penyerang andalan Liverpool, ia bisa cepat menyesuaikan diri. Koleksi lima gol yang ia torehkan untuk Liverpool musim ini menjadi bukti bahwa ia bisa bermain bagus di Liverpool. Meskipun ia harus menanggung kesialan yang sama, cedera dua bulan setelah konsisten bermain dalam beberapa laga pertamanya.

Ketidakstabilan performa ini seirama dengan antisipasi para pelatih klub-klub Premier League yang kerap bertemu Liverpool. Mereka sepertinya sudah paham bagaimana cara mematikan serangan-serangan Liverpool. Meskipun harus rela kalah secara penguasaan bola (ball-possesion), tetapi selalu bisa mencetak dan membalas gol, bahkan bisa memenangkan pertandingan.

Masih ada waktu buat Klopp untuk membenahi diri. Satu per satu masalah, meskipun belum semuanya, sudah coba diurai. Jika pesimis mengejar juara Premier League, kesempatan masuk ke posisi klasemen empat besar masih terbuka lebar, setidaknya untuk mengamankan tiket Liga Champions musim depan.

Ada tiga hal yang bisa dilakukan Klopp dengan pemain-pemain saat ini untuk laga-laga yang tersisa musim ini.

Pertama, Klopp rasanya tak perlu memaksakan pemain-pemain mudanya untuk bermain jika memang penampilan mereka belum terlalu matang. Buat saya Rhys Williams, Billy Koumetio, dan Nathaniel Phillips belum pantas sebagai starter. Biarlah mereka mengembangkan diri untuk tim U23 Liverpool. Ada baiknya memaksimalkan pengalaman Davies dan Kabak pada laga-laga yang krusial. Kalau Davies dan Kabak sedang tidak fit, Henderson atau Fabinho bisa jadi alternatif.

Kedua, gap antara pemain utama dan pemain cadangan Liverpool perlu dievaluasi secara tuntas. Mulai dari penyerang, gelandang, bek, dan kiper. Bagaimana pun juga rotasi pemain adalah hal yang penting bagi klub yang bermain di banyak kompetisi. Musim ini Liverpool terlalu banyak diperkuat pemain-pemain di pos gelandang, sehingga lini serang dan lini belakang sulit untuk dirotasi.

Ini adalah momen yang tepat untuk menyeleksi siapa saja yang berhak untuk bermain di level senior. Kalau perlu jual pemain senior yang sudah ‘mentok’ karena faktor usia, kemampuan, atau kontrak habis, lalu menggantinya dengan pemain yang sudah matang dan masih bisa berkembang. Pemain-pemain senior yang dibawa Klopp 4 atau 5 tahun lalu sudah habis masa pakainya. Ia harus mulai membangun ‘legacy’ untuk masa kontraknya yang berakhir pada 2024.

Shaqiri, Chamberlain, Wijnaldum, Origi, Milner, dan salah satu dari Mane/Salah adalah nama-nama yang bisa dijual pada bursa transfer mendatang. Pemain-pemain muda yang cukup pantas diberi kesempatan secara reguler untuk bermain musim depan termasuk Neco Williams, Curtis Jones, Harvey Elliot, juga Takumi Minamino.

Ketiga, Klopp perlu melakukan pendekatan taktikal yang lebih adaptif tanpa mengesampingkan ciri khasnya, terutama melawan klub yang doyan bermain tertutup. Pekerjaan rumah yang sebetulnya sudah diendus musim lalu, misalnya ketika kalah melawan Atletico Madrid pada babak knock out Liga Champions 2019/2020. Para fans sampai sekarang masih menunggu gebrakan-gebrakan apa yang bisa ditawarkan Klopp dan jajaran pelatihnya untuk mengatasi situasi semacam itu.

Lawan berbahaya Liverpool saat ini adalah klub-klub yang gemar menumpuk pemain di tengah dan belakang sehingga para penyerang Liverpool sulit mendapatkan sudut terbaik untuk mencetak gol meski mendapatkan banyak peluang. Selain itu, tim yang berhasil menjaga ketat duo fullback Liverpool selalu berhasil menggagalkan aliran bola yang berusaha masuk ke dua penyerang di sisi kiri dan kanan.

Lalu bagaimana cara mengantisipasi serangan balik yang mematikan? Bagaimana para pemain-pemain belakang mengantisipasi ketika diserang agar Alisson bisa meminimalisasi kesalahan sendiri dan bisa menghalau bola liar dari hasil serangan balik? Dulu Klopp berhasil melakukan revolusi pada taktik gegenpressing-nya, maka seharusnya ia juga bisa memberikan pendekatan berbeda dengan pemain-pemain yang ada saat ini.

Suasana ruang ganti Liverpool sudah pasti tak akan baik-baik saja selama Liverpool terus mendapatkan kekalahan secara beruntun. Bagi klub sebesar Liverpool, selalu ada gengsi yang harus dijaga jika kalah dari tim-tim rival seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, atau bahkan Everton. Belum lagi saat menjamu tim-tim top Eropa di kompetisi Liga Champions.

Situasi skuat menjadi anomali ketika peran pemain yang biasanya bermain sebagai gelandang dijadikan bek. Ban kapten yang mulai jadi polemik jika Henderson dan Milner tak diturunkan. Beberapa pertandingan yang lalu, pemain Liverpool tampak kecewa saat dilakukan pergantian, seperti yang terjadi pada Mane, Salah, juga Milner. Indikasi yang buruk bagi Klopp dan harusnya bisa segera diatasi dengan team meeting.

Klopp masih punya cukup waktu untuk berbenah sebelum bom waktu untuk hengkang itu terus berdatangan sepanjang waktu. Buat saya, Klopp masih terlalu cepat jika harus hengkang musim ini, apalagi musim lalu ia sudah mempersembahkan gelar yang selalu dielu-elukan para fans setelah menunggu 30 tahun.

Dalam halaman pertama buku Believe Us: How Jürgen Klopp Transformed Liverpool Into Title Winners terbitan November 2020, yang ditulis oleh jurnalis senior The Independent, Melissa Reddy, terpampang beberapa catatan rekor yang sudah ditorehkan Liverpool dan Klopp pada musim 2019/2020. Salah satu dari 8 rekor Liverpool yang menarik adalah rekor gap poin klasemen Premier League posisi 1 dan 2 yang terpaut hingga 25 poin, tertinggi sejak Premier League digelar.

Sementara bagi Klopp, satu dari 12 catatan rekor yang berkesan adalah ia menjadi pelatih Liverpool yang mencatatkan rasio kemenangan 26 kali dari 50 pertandingan pertama di Liga Inggris, terbaik ketiga setelah pelatih Kenny Dalglish dan Bill Shankly.

Masa iya, dengan catatan-catatan rekor musim lalu sebanyak itu Klopp mau dipecat secepat ini? Tik tok tik tok, jam pasir masih terus berhitung mundur!

 

Komentar
You May Also Like