Industri Kreatif di Indonesia

Industri Kreatif di Indonesia

Istilah industri kreatif pertama kali digunakan oleh Partai Buruh Australia pada tahun 1997. Akan tetapi, industri kreatif hadir di dunia semenjak abad pertengahan. Di Indonesia, pengembangan industri kreatif lebih condong ke dalam bidang ekonomi dan perdagangan.

Definisi industri kreatif menurut Departemen Perdagangan RI yaitu industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan, serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Industri kreatif dapat membantu penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pelestarian keanekaragaman budaya, dan pembangunan manusia. Sektor yang termasuk industri kreatif menurut UNESCO mencakup warisan budaya, sastra, musik, pertunjukan, seni visual, sinema dan fotografi, radio dan televisi, kegiatan sosial budaya, olah raga dan permainan, serta lingkungan dan alam.

Sektor kreatif akan memberikan harapan baru akan munculnya suatu usaha atau kegiatan ekonomi dengan mengandalkan sentuhan kreatif individu yang akan membawa mereka ke level kehidupan yang lebih baik. Produktivitas sektor Industri kreatif lebih tinggi dari keseluruhan produktivitas tenaga kerja nasional, karena ekonomi kreatif membawa segenap talenta, bakat, dan hasrat individu untuk menciptakan “nilai tambah” melalui hadirnya produk/jasa kreatif.

Pola Industri Kreatif di Berbagai Negara

Keadaan dunia setelah terjadi revolusi besar-besaran dalam bidang ekonomi, melahirkan sistem pembangunan alternatif dalam memajukan sebuah negara. Masing-masing negara memiliki formulasi tersendiri untuk meracik nilai-nilai ekonomi berdasarkan kemampuan rakyatnya. Di lain sisi, manusia mulai berlomba-lomba untuk menciptakan ide kreatif untuk meringankan beban pekerjaan mereka. Mereka juga berpikir tentang bagaimana melakukan pekerjaan yang lain secara bersamaan (multitasking).

Salah satu contoh negara yang berhasil membangun teknologi berbasis teknologi adalah China. China telah sukses mengidentifikasi dan memformulasikan teknologi yang dibutuhkan bagi pengembangan masyarakatnya. Tak hanya itu, China juga secara tepat mampu mengartikulasikan visi masa depan bangsanya melalui kumpulan kebijakan teknologi nasional yang terintegrasi dengan pembangunan sosial ekonomi.

Faktor kunci keberhasilan pembangunan industri berbasis teknologi di China tidak lepas dari penguatan infrastruktur teknologi yang ada, yaitu kolaborasi antara i) Universitas yang menyelenggarakan pendidikan sains dan teknologi, ii) Lembaga Penelitian dan Pengembangan (R&D), dan iii) Perusahaan industri sebagai unit produksi dan/atau jasa keteknikan (engineering services).


Inovasi teknologi di China tidak lepas dari intervensi pemerintah dalam berbagai bentuk kebijakan, seperti pemberian insentif fiskal dan finansial, peningkatan peran mediator, pengarahan dan bimbingan, serta pemberian dukungan informasi. Pemerintah China memberikan perhatian khusus terhadap pentingnya informasi bagi pengembangan industri berbasis teknologi, yaitu dengan membentuk jaringan informasi secara nasional. Hal itu dimaksudkan untuk mengolah dan menyampaikan informasi, mendorong kompetisi sekaligus kerjasama dalam memasuki pasar lokal maupun global.

Lain halnya dengan Amerika, yang dikenal sebagai negara adidaya dengan tingkat produktivitas pembangunan industri yang tinggi di berbagai bidang. Banyak barang-barang yang dikonsumsi masyarakat di bidang teknologi dewasa ini dihasilkan oleh negara produsen tersebut. Penggabungan intelektualitas dengan jaminan atas hasil karya cipta manusia sangat dihargai, sehingga setiap orang bebas berkreativitas dengan modal yang mudah dimiliki.

Salah satu industri teknologi kreatif di Amerika Serikat yang masih menjadi panutan gudang teknologi dunia adalah Sillicon Valley, sebuah lahan yang disediakan untuk usaha kreatif di bidang teknologi dengan mengembangkan pusat-pusat penelitian dan teknologi. Sillicon Valley lebih dikenal sebagai pusat pengembangan industri kreatif di bidang perangkat lunak.

Contoh lain, industri teknologi di Amerika yang sukses adalah Google, dengan segudang inovasinya. Berlokasi di Mountain View, California, dan berdiri sejak tahun 1998 hingga akhirnya meluncurkan saham pada tahun 2004 dengan melewati berbagai macam persaingan melawan kompetitornya. Pada awalnya dimulai dengan inovasi mesin pencari sederhana, hingga meluncurkan berbagai macam perangkat lunak yang bersifat open source, tidak hanya berbasis komputer, tetapi juga merambah ke pasar handheld (perangkat portabel).

Masih banyak contoh industri teknologi kreatif Amerika yang masih popular dan berkembang pesat hingga detik ini. Sebut saja perusahaan global seperti Intel, BlackBerry, Microsoft, Facebook, dan Twitter. Perkembangan tersebut menunjukkan betapa cepatnya perkembangan industri teknologi kreatif di Amerika.

India, salah satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi di Asia, telah membuktikan diri mampu  mengangkat citra negaranya sebagai negara yang mencetak banyak ilmuwan di bidang teknologi. Kunci utama kesuksesan India adalah pendidikan. Pendidikan di India menjadi role model (contoh ideal) di kawasan regionalnya, bahkan dunia.

Saat ini, banyak buku-buku ilmiah berbasis teknologi yang dihasilkan di negara tersebut. Beberapa inovasi canggih juga dihasilkan di sana. India semakin maju dengan industri teknologi kreatif berkat pendidikan masyarakatnya yang kaya akan ilmu pengetahuan. Bahkan, India pernah berhasil menggusur Amerika Serikat berkat kepandaiannya dalam bidang teknologi. Pada tahun 90an, tercatat dari 150.000 pekerja asing di Amerika Serikat, 60.000 diantaranya adalah pakar teknologi informasi dari India.


Permasalahan Industri Kreatif di Indonesia

Industri kreatif di Indonesia yang masih belum banyak tersentuh oleh campur tangan pemerintah ternyata cukup berperan dalam membangun perekonomian nasional. Sektor ini berkontribusi sebesar Rp 104,4 triliun rupiah di tahun 2006, atau berperan rata-rata 4,75% di periode 2002-2006 dalam PDB nasional.

Jumlah ini melebihi sumbangan yang diberikan oleh sektor listrik, gas, dan air bersih. Kemudian yang lebih menjanjikan dari industri kreatif di Indonesia adalah kemampuannya dalam percepatan menghadirkan lapangan usaha baru. Sektor ini mampu menyerap 4,5 juta pekerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6% di tahun 2006. Nilai pertumbuhan ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya tumbuh sebesar 0,54%. Jumlah perusahaan baru meningkat sebanyak 25,05%, juga jauh dibandingkan keseluruhan nasional yang hanya 14,41% di tahun yang sama.

Pada kenyataannya, industri teknologi kreatif Indonesia masih banyak bergantung kepada bahan dan produk dari luar negeri. Jika dikonversikan ke dalam nilai mata uang Indonesia, bahan dan produk tersebut masih dirasa mahal untuk sebagian masyarakat Indonesia. Hal inilah yang terkadang menjadi kendala untuk memulai penciptaan sebuah karya kreatif.

Kendala lain dalam industri teknologi kreatif yaitu tentang penyalahgunaan teknologi. Selama ini bangsa Indonesia masih dikenal sebagai bangsa konsumen, bukan produsen. Kadar penggunaan teknologi lebih banyak dibandingkan dengan penghasil teknologi. Akibatnya, banyak masyarakat yang justru terjerumus ke dalam penyalahgunaan teknologi. Misalnya, maraknya kasus pembajakan digital, mulai dari perangkat lunak hingga konten multimedia.

Dari segi intelektualitas dan optimisme, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Meskipun dengan berbagai macam keterbatasan, mereka masih gigih mencari harapan-harapan. Sebagai contoh, industri kreatif di bidang pembuatan perangkat lunak dan robotika, banyak kompetisi yang mengikutsertakan kreator muda mempresentasikan hasil ciptaannya. Bentuk wirausaha berbasis startup berbasis teknologi juga sudah mulai banyak bermunculan.

Pemerintah perlu mengembangkan dan mendukung gerakan industri teknologi kreatif di Indonesia sebagai suatu wadah untuk membentuk karakter sumber daya manusia yang mandiri dan mengerti teknologi. Perhatian pemerintah harus lebih ditingkatkan, utamanya dalam mendukung hasil karya cipta baru yang menjanjikan di masa depan.

Banyak peluang yang dapat dihasilkan dari industri kreatif. Seringkali kita mendengar beberapa generasi muda Indonesia sukses memenangkan berbagai ajang kompetisi bergengsi secara nasional, maupun internasional. Sayangnya, setelah kegiatan tersebut usai, pemerintah seakan lupa dengan tindak lanjut atas karya berharga tersebut.

Pemerintah dapat belajar dari kesuksesan negara-negara tersebut di atas dalam penciptaan iklim industri teknologi kreatif yang sehat. Dari statistik yang ada, sudah jelas bahwa industri kreatif Indonesia memegang peranan yang cukup signifikan dibanding sektor lain. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak perusahaan besar Indonesia mulai peduli dengan rencana pengembangan usaha berbasis infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.

Regulasi dan kepastian hukum yang mengatur mengenai industri teknologi kreatif Indonesia perlu dimatangkan lagi. Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (UU ITE), serta Undang-Undang lain yang mengatur tentang Industri Teknologi Kreatif, disinyalir belum mampu mengatasi polemik-polemik yang terjadi dalam pelaksanaannya. Pasalnya, industri teknologi kreatif yang bergantung pada pasar dalam negeri akan sangat terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama yang kontra terhadap industri teknologi kreatif, sangat rentan terhadap goncangan ekonomi.

Solusi Industri Kreatif di Indonesia

Selama ini, industri kreatif di Indonesia masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Belum ada wadah secara nasional yang dapat secara tegas melindungi industri-industri tersebut. Mereka masih terpaku kepada komunitas-komunitas tertentu yang menjalankan visi dan misi tertentu. Kondisi ini baik dari sisi kreativitas, tetapi dari sisi kontinuitas masih perlu dianalisis lebih mendalam. Sisi positifnya, dari komunitas-komunitas inilah akan terlahir berbagai ide dan produk kreatif yang tak hanya bernilai seni dan estetika, namun juga ekonomis.

Banyak dari komunitas-komunitas kreatif tersebut yang jatuh bangun mendirikan usahanya, baik secara modal maupun tidak diakuinya industri tersebut oleh pemerintah. Ketika industri tersebut jatuh di posisi paling bawah, maka dengan sendirinya akan bangkrut. Sedangkan kompetitor lain yang mempunyai kreativitas, modal, dan daya saing yang tinggi akan selalu memenangkan persaingan.

Pemberian motivasi terhadap insan kreatif yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui berbagai macam pelatihan sangat diharapkan oleh pelaku industri kreatif. Mereka sangat membutuhkan informasi tentang bagaimana mengelola modal terbatas yang mereka miliki, cara mempertahankan produktivitas, dukungan serius dan berkelanjutan oleh pemerintah, serta jaminan perlindungan atas hak cipta.

Pelaku industri tetap harus waspada dengan perubahan tren teknologi yang dapat terjadi secara mendadak. Hal-hal yang berhubungan dengan teknologi mempunyai masa hidup yang singkat. Cara pandang dan kreativitas bergerak dinamis sesuai dengan perjalanan tren dan waktu. Untuk itu, selalu diperlukan rencana jangka panjang yang mampu menerawang berbagai macam kemungkinan yang terjadi di waktu yang akan datang.

Referensi :

  1. Ahira, Anne. 2011. Sistem Pemerintahan India Menggusur Raksasa Dunia. [Online]. URL : http://www.anneahira.com/sistem-pemerintahan-india.htm (Diakses pada 23 Juli 2011).
  2. Anonim, 2008. Peran TIK dan E-Government dalam Menunjang Bisnis Nasional. [Online] (Terupdate  2008 Agustus 2008). URL : http://syopian.net/blog/?p=192 (Diakses pada 23 Juli 2011).
  3. Anonim, 2009. Pentingnya Pembentukan Koperasi Kreatif sebagai Akselarator Perkembangan Industri Kreatif di Indonesia. PKM-GT IPB. Bogor.
  4. Bryjolfsson, Erik & Hitt, Lorin M. 2001. Beyond Computation : Information Technology Transformation and Business Performance. United Nations : Massachusetts.
  5. Computer History Museum, 2006. Timeline of Computer History. [Online]. URL : http://www.computerhistory.org/timeline/ (Diakses pada 23 Juli 2011).
  6. Crow, Galen B. & Muthuswamy, Balakrishnan. 2004. International Outsourcing in the Informational Technology Industry : Trends and Implications. Communications of the International Information Management Association, Volume 3 Issue 1
  7. Edwards, Sebastian. 2001. Information Technology and Economic Growth in The Emerging Economies. United Nations : Los Angeles.
  8. Taudjidi, Taufik Ahmad.  2008. Belajar dari China : Membangun Industri Berbasis Teknologi. [Online] (Terupdate 7 Juni 2008). URL : http://www.facebook.com/topic.php?uid=132458366785051&topic=115 (Diakses pada 23 Juli 2011).
  9. Trisaksono, Andrie. 2008. Berbagai Sudut Pandang tentang Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif. [Online] (Terupdate 16 April 2008). URL : http://ekonomikreatif.blogspot.com/2008/04/berbagai-sudut-pandang-tentang-ekonomi.html (Diakses pada 23 Juli 2011).
  10. Zulfikar, Achmad . 2010. Mengembangkan Industri Kreatif berbasis Teknologi di Indonesia. [Online] (Terupdate 15 April 2010). URL : http://www.gudangmateri.com/2010/04/industri-kreatif-teknologi-di-indonesia.html (Diakses pada 23 Juli 2011).

Komentar
You May Also Like