Kehilangan pendengaran adalah salah satu rahasia buruk yang disimpan oleh industri musik, dan semua yang terlibat dari musisi di atas panggung sampai para fans yang mendengarkan musik melalui earphone berada dalam resiko besar. “Kita memeperkeras suaranya tanpa sadar bahwa yang kita lakukan akan merusak”, ucap Brian Fligor, seorang audiologis dari Boston Children’s Hospital. “Pendengaran yang hilang itu terjadi perlahan dan tersembunyi sehingga kita tidak akan sadar sampai terlambat”.
Lebih dari 28 juta orang Amerika saat ini mengalami kerusakan pendengaran, menurut National Institute on Deafness, dan sejak generasi baby boomers, angka tersebut diperkirakan akan naik setinggi 78 juta pada tahun 2030. “Lebih dari dua puluh tahun, suara pada lingkungan telah berlipat ganda setiap dekadenya,” jelas Marshall Chasin, direktur pada pusat penelitian auditori di Musician’s Clinic of Canada. “Semua bunyi menjadi lebih keras dari bunyi telepon, suara film, dan bunyi konstruksi. Dan rock & roll menjadi bagian besar dari itu”. Untuk generasi iPod, masalah ini dapat menjadi lebih besar. Dua puluh dua juta warga Amerika dewasa memiliki iPod atau alat musik digital lainnya, dan penelitian menunjukkan bahwa bila ini dilakukan terus menerus, bahkan dengan volume sedang, dapat menimbulkan kerugian yang serius.
Saat penelitian spesifik mengenai efek musik yang keras terhadap telinga yang dapat mengakibatkan ketulian ataupun tinnitus, bunyi dengung konstan di telinga masih sangat terbatas. Namun bukti resiko bagi para penggemar dan profesional di industri musik semakin meningkat, sngan banyaknya ke dokter, audiologis dan peneliti yang mulai tertarik pada masalah ini. Pada tahun 2001, Fligor memulai penelitian untuk mengetahui seberapa keras dan berapa lama kita bisa mendengarkan musik dengan alat musik portable melalui headphone dengan aman. Dia menemukan bahwa jenis headphone yang kita gunakan menentukan efek resiko tersebut. “Semakin dekat dengan gendang telinga, maka level suara yang diproduksi oleh sistem semakin tinggi,” jelas Fligor. Rata-rata, Fligor menemukan bahawa kita dapat mendengarkan dengan headphone (yang dipasang di atas telinga, bukan di dalamnya) secara aman pada level suara di batas enam (dari sepuluh) selama satu jam per hari. Sedangkan untuk headphone kebanyakan yang dipasang di dalam telinga, seperti earphone, lamanya waktu untuk mendengarkan pada level enam menjadi lebih pendek, selama tiga puluh menit untuk beberapa model earphone sebelum Anda melebihi dosis waktu harian yang aman.
Para penggemar musik muda terutama, masih belum menyadari resiko akibat kontak langsung dengan suara bunyi. Pada tahun 1999, Dr. Roland Eavey, profesor otolaryngology lulusan Harvard Medical School dari Massachusetts Eye and Ear Infirmary, datang ke konser musik R.E.M bersama anak perempuannya. “Di lapangan parkir setelahnya, semua berkata seperti, ‘Apa kuping kamu berdengung?” ceritanya. “Saya curiga bahwa mereka tidak sadar bahwa mereka mungkin berada dalam masalah.” Eavey menjalankan sebuah penelitian bersama Harvard School of Public Health untuk menentukan seberapa sadar para pendatang konser bahwa mereka mungkin merusak pendengaran mereka sendiri. Tahun lalu, tim dari Eavey membuat kuestioner pada situs MTV. Dalam waktu tiga hari, hampir 10.000 orang (kebanyakan di bawah 21 tahun) menjawab, 28 pertanyaan mengenai perilaku mereka mengenai isu seperti penyakit seksual (50% menyatakan itu adalah masalah besar), penggunaan narkoba dan alkohol (43%) dan depresi (44%). “Hilang daya pendengaran mendapat delapan persen,” ucap Eavey. “Itu adalah masalah terakhir yang dipikirkan oleh mereka. Tetapi kami bertanya pada akhir survey tersebut, ‘Apa Anda pernah mengalami gangguan pendengaran atau bunyi dengung di telinga?’, dua pertiga menjawab pernah.”
Sejak tahun 1997, the House Ear Institute di Los Angeles telah membuat percobaan dengan para pekerja professional di industri musik. Rachel Cruz, seorang peneliti HEI dan audiologist telah menganalisa data dari 4000 musisi, produser, studio engineers dan para DJ. “Rata-rata dari orang yang kami tes, mereka yang berumur 20-an dan 30-an bersih dari kerusakan pendengaran bunyi, namun pendengaran mereka sudah berada di batas normal,” ucapnya. “Tapi pada saat mereka mencapai umur 40-an ada pergeseran besar. Bila Anda tidak berhati-hati, saat umur 40 kamu akan mulai terasa kesusahan.”
Konser musik dan MP3 Player dapat merusak pendengaran kecuali bila Anda mengambil langkah-langkah berikut untuk menghindarinya: 1). Gunakan earplug, Anda sudah cukup menggunakan earplug murah berbahan styrofoam terlebih earplug jenis tertentu yang dapat mengurangi volume tanpa menghilangkan bayak nada-nada tinggi, 2) Kecilkan volume, jangan menyalakan portable player Anda sekeras mungkin apalagi dengan tujuan mengalahkan suara sekitarnya. Bila Anda berada dalam kereta, suara di sekitar kira-kira setinggi 105 desibel. Untuk dapat mendengarkan musik, maka Anda harus menaikkan volume sampai 110 desibel, level suara yang hanya aman untuk didengarkan selama 30 menit, 3) Beli headphone baru, jenis yang dapat menutup suara dari luar sehingga Anda dapat mendengarkan musik dengan level volume yang minimal masuk ke dalam telinga sehingga menutup suara eksternal, 4) Istirahatkan telinga, telinga Anda membutuhkan waktu sekitar 18 jam setelah terkena oleh suara keras untuk kembali normal, 5) Berhenti merokok, hal ini memperbesar resiko Anda dua kali lipat. Bila Anda melakukan sesuatu yang dapat merusak bagian kardiovaskular, seperti merokok, peredaran darah Anda tidak akan baik, Anda terkena dua toksin, toksin kardiovaskular dan toksin suara.
Dan sementara sudah banyak musisi veteran yang menyadari, banyak musisi muda yang tidak peduli. “Saya hanya suka yang keras,” ucap penyanyi Killers, Brandon Flowers. “Pertunjukan kami tidak akan pernah sama bila saya harus memakai pelindung telinga”. Beberapa musisi lain mulai khawatir, tetapi tidak cukup untuk mengubah perilaku mereka. “Saya pernah mencoba untuk menggunakan earplugs sebelumnya dan langsung saya lepas dan berpikir, “Saya tidak menyukainya,” ucap Bary Hyde dari Futureheads “Saya hanya harus menderita akibat konsekuensinya di masa depan.”
Sumber : Majalah Rolling Stone Indonesia